Sejarah dan Hukum Merayakan Valentine


Sejarah dan Hukum Merayakan Valentine - Februari adalah bulan dimana para muda mudi merayakan yang namanya hari kasih sayang alias valentine pada tanggal 14 februari. sebenarnya bolehkah merayakan valentine bagi umat islam? bagaimana sejarah hari valentine itu sendiri? seperti kita ketahui menjelang hari valentine in
i banyak sekali pemuda pemudi berburu kado valentine hingga koleksi ucapan dan SMS valentine di google serta para pemudi belajar resep cara membuat coklat valentine bagi kekasih mereka.
oke sebelum kita membahas valentine lebih jauh lagi ada baiknya kita simak dulu sejarah hari valentine dan hukum perayaan valentine.
Ada banyak versi tentang asal dari perayaan Hari Valentine ini. Yang paling populer memang kisah dari Santo Valentinus yang diyakini hidup pada masa Kaisar Claudius II yang kemudian menemui ajal pada tanggal 14 Februari 269 M. Namun ini pun ada beberapa versi. Yang jelas dan tidak memiliki silang pendapat adalah kalau kita menelisik lebih jauh lagi ke dalam tradisi paganisme (dewa-dewi) Romawi Kuno, sesuatu yang dipenuhi dengan legenda, mitos, dan penyembahan berhala.
Di versi lain diceritakan, nama Valentine adalah usaha para pendeta Nasrani untuk mengikis pengaruh Romawi pada suatu wilayah pinggiran Eropa, dengan mengganti nama Tuhan ibu menjadi Valentine.
Ada banyak lagi sejarah mengenai hari valentine yang bisa anda temukan di internet. silahkan merujuk kepada situs yang memberikan informasi lebih mendalam soal sejarah perayaan hari valentine. lantas bagaimana menyikapi hari valentine bagi kaum muslim?

Barang siapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut, ”Demikian bunyi hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Tirmidzi.
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah juga berkata, “Memberi selamat atas acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa perbuatan tersebut haram. Semisal memberi selamat atas hari raya dan puasa mereka, dengan mengucapkan, “Selamat hari raya!” dan sejenisnya. Bagi yang mengucapkannya, kalau pun tidak sampai pada kekafiran, paling tidak itu merupakan perbuatan haram. Berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan mereka yang menyekutukan Allah. Bahkan perbuatan tersebut lebih besar dosanya di sisi Allah dan lebih dimurkai dari pada memberi
selamat atas perbuatan minum khamar atau membunuh. Banyak orang yang kurang mengerti agama terjerumus dalam suatu perbuatan tanpa menyadari buruknya perbuatan tersebut. Ia telah menyiapkan diri untuk mendapatkan kemarahan dan kemurkaan Allah. ”
Allah SWT sendiri di dalam Qur’an surat Al-Maidah ayat 51 melarang umat Islam untuk meniru-niru atau meneladani kaum Yahudi dan Nasrani, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” Wallahu’alam bishawab.(syalifa.com)