Mereka tak lagi membawa jala dan tombak, melainkan memanggul senapan mesin dan peluncur roket. Tangkapan yang didapat bukan lagi ikan, melainkan manusia-manusia berikut kapal tanker atau kargo yang mereka kendalikan demi mendapat uang tebusan.
Dengan menggunakan perahu mesin, gerombolan nelayan tersebut tak takut mencegat kapal-kapal berbadan raksasa.
Terkadang, mereka mendapat "tangkapan sampingan": mulai dari senjata mesin dan tank T-72 buatan Rusia yang diangkut kapal kargo Ukraina, MV Faina, hingga minyak mentah seharga US$100 juta yang dibawa sebuah kapal tanker Saudi, Sirius Star.
Perompakan sudah menjadi pemandangan biasa di Teluk Aden, yang terhampar antara Yaman di pantai selatan Semenanjung Arab dan Somalia di Tanduk Afrika. Tahun ini saja lebih dari 40 kapal disambangi gerombolan bajak laut nekad dari Somalia.
"Di Somalia, semua anak muda sudah putus asa. Tidak ada kerjaan, dan juga tidak ada penghasilan. Satu-satunya yang bisa kita lakukan adalah mencari ikan," kata Shamun Indhabur, yang diwawancara wartawan Newsweek melalui seorang penerjemah.
Masalahnya, kapal-kapal penangkap ikan dari negara-negara maju dan dari Asia telah menyingkirkan mereka dari persaingan, di laut mereka sendiri. "Awalnya, kami sekadar berusaha menangkal kapal-kapal penangkap ikan ilegal, namun mereka mulai mendapat perlindungan dari pasukan internasional," kilah Shamun.
Itulah sebabnya profesi bajak laut kini menjadi pilihan yang tampak menjanjikan. "Memangnya ada warga Somalia yang bisa mengumpulkan jutaan dolar kalau mereka melakukan pekerjaan lain? Kami dengan mudah bisa mendapat jutaan dolar untuk satu kali penyerangan [kapal]," kata Salah Ali Samatar, dengan sombong, seperti dikutip harian The Christian Science Monitor. Samatar, salah seorang bajak laut, melakukan sambungan telepon dari Eyl, sarang bajak laut di perairan terpencil di wilayah utara Somalia.
Pasukan India menyerbu kapal perompak Somalia, 13 Desember 2008 (AP Photo/Press Information Bureau)
Ratusan perompak seperti Shamun dan Samatar telah menimbulkan kekacauan di perairan Afrika Timur dengan menyerang dan mengepung kapal-kapal kargo, kapal tanki minyak, bahkan kapal pesiar yang berlayar di perairan antara benua Asia dan Eropa tersebut. Padahal, kawanan perompak itu hanya menggunakan kapal motor dan biasanya cuma membawa senjata yang tidak lebih modern daripada senapan otomatis.
Dinas Maritim Internasional melaporkan bahwa sebanyak 42 kapal telah dibajak di perairan Somalia sepanjang tahun ini. Para ahli dari Kenya mengatakan bahwa kawanan bajak laut telah mengantongi US$ 30 juta uang tebusan. Keadaan di daratan dan perairan Somalia memang sangat jauh berbeda. Warga Somalia menderita karena sedang berupaya melalui krisis politik dan ancaman kelaparan. Sedangkan kawanan bajak laut menghambur-hamburkan uang di berbagai kota di Somalia utara.
Warga Somalia mengatakan bahwa bajak laut mampu membangun rumah, membeli telepon selular mahal, dan mobil SUV berpendingin, membanjiri teman dan kerabat dengan hadiah ratusan atau kadang ribuan dolar. Mereka juga mencuri perhatian perempuan-perempuan cantik yang tampaknya berdatangan dari segala penjuru ke kota yang dipenuhi bajak laut.
Penjaga toko menarik ongkos tambahan untuk makanan dan khat- lembaran obat bius yang kerap dikunyah pria-pria Somalia. Tentu saja para bajak laut kaya tersebut tidak keberatan dengan biaya di luar harga pokok itu. "Ini benar," kata seorang bajak laut yang mengaku bernama Jama. "Kami semakin kaya," kata Jama.
Jama, yang mengaku dirinya sebagai anggota penting sebuah kelompok bajak laut yang "mangkal" di Eyl, berhasil mengumpulkan US$ 375 ribu. Jumlah sebesar itu, kata Jama, cukup untuk membeli sebuah Toyota Land Cruiser dan membangun rumah dengan enam ruang tidur di Garowe, untuk keluarganya. Garowe adalah ibukota negara bagian Puntland, wilayah Nugaal di mana terdapat juga istana presiden dan kantor-kantor menteri.
Suatu hari di bulan November, Jama mendapat penghasilan tertinggi selama karir bajak laut, ketika dia mendapat bagian US$ 92 ribu dari total US$ 1,3 juta, uang tebusan dari kapal berbendera Yunani. Kapal bernama MV Centauri dibebaskan setelah sepuluh pekan disandera, bersama dengan kru kapal yang berada dalam kondisi tak terluka.
Kisah percintaan juga menghiasi kehidupan Jama. "Pernah ada seorang gadis yang tinggal di Garowe," 100 mil dari Eyl, kata Jama. "Saya mencintai dia. Saya coba mendekatinya berkali-kali, tetapi dia menolak saya. Namun sejak saya menjadi bajak laut, sudah sembilan kali dia mencoba menjalin hubungan dengan saya, tapi saya tolak karena saya sudah menikah," terang Jama.
Beberapa warga Somalia diadili di Kenya sebagai perompak, 19 November 2008 (AP Photo)
Selama bertahun-tahun, perompakan bukan hal yang besar di Somalia. Pekerjaan sebagai bajak laut hanyalah satu cara bagi lelaki muda putus asa yang kebetulan memiliki senjata agar dapat bertahan hidup di negara miskin tersebut. Namun dalam beberapa bulan terakhir, dengan harga bahan pangan meningkat, pemerintahan sementara menuju kegagalan, pemerintah lokal tak punya kuasa untuk ikut campur, maka perkembangan bajak laut tak dapat dikendalikan.
"Status sosial ekonomi di Somalia sangat buruk saat ini, seperti yang kita tahu, dan ini telah membuat para bajak laut merompak kapal," kata Cyrus Mody dari Dinas Maritim Internasional yang berbasis di London. "Terdapat beberapa orang yan mendapat penghasilan luar biasa."
September lalu, perompak Somalia merebut perhatian dunia dengan menyandera MV Faina, kapal berbendera Ukraina yang membawa tanki, peluncur granat, dan jenis senjata lain. Kemudian bulan lalu, mereka melancarkan penangkapan yang lebih besar. Kawanan bajak laut merompak kapal tanker Sirius Star milik Arab Saudi. Sirius Star adalah kapal terbesar yang pernah dibajak karena mengangkut minyak senilai US$ 100 juta. Dua kapal tersebut hingga kini belum dibebaskan karena kawanan perompak menunggu uang tebusan.
Pasukan militer Amerika Serikat (AS) dan NATO telah mengirim kapal perang untuk berpatroli di wilayah Teluk Aden. Cina juga mengikuti langkah tersebut. Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa juga telah mengesahkan peraturan yang membolehkan tiap negara mengejar dan menangkap kawanan perompak di kawasan Teluk Aden.
Banyak dari bajak laut tersebut yang dulunya bekerja sebagai nelayan. Mereka menyatakan pembalasan dendam terhadap negara-negara kaya karena negara-negara tersebut melakukan penangkapan ikan secara ilegal selama bertahun-tahun di perairan Somalia. Sejumlah kecil uang tebusan, kabarnya, dibagikan kepada nelayan-nelayan lokal.
Sekelompok bajak laut di Eyl menamakan diri mereka "Saving the Somali Sea", walaupun warga lokal mereka tidak mendapat jatah uang tebusan. "Kota ini tidak mendapat keuntungan apapun dari para bajak laut," kata Bishara Said Ahmed, seorang ibu rumah tangga di Eyl.
"Tidak ada perkembangan bisnis apapun di tempat ini, keadaan masih sama seperti sebelumnya. Para perompak hanya menggunakan kota ini untuk mengambil kapal, dan ketika mereka mendapat uang, mereka akan pergi ke kota lain untuk menghambur-hamburkannya."
Uang tebusan diberikan melalui hawala, sistem transfer uang yang berfungsi sebagai Western Union bertarif ringan di negara muslim. Dengan jumlah uang tebusan yang semakin meningkat, pemilik kapal mulai menggunakan jasa helikopter dari Kenya untuk mengirim uang tebusan yang diminta perompak. Peti kayu berisi uang tunai kadang "jatuh dari langit" di Eyl.
Mesin penghitung uang seperti yang ada di bank, mencatat jumlah uang. Jumlahnya sangat besar sehingga keluarga yang selama beberapa generasi hidup sebagai nelayan, kini generasi mudanya ingin meniti karir sebagai bajak laut. "Setiap kali kami mendengar bahwa uang tebusan telah dibayar, mimpi bocah-bocah untuk menjadi bajak laut semakin membumbung tinggi," kata Ahmed.
Bukan hanya anak-anak yang kagum dengan bajak laut. Mustaf Mohamed Abdi, seorang sopir taksi di Garowe, terkagum-kagum setiap kali sekelompok bajak laut datang untuk berfoya-foya. Jika beruntung, kata Abdi, dia akan mendapat uang persenan sejumlah ratusan dolar dari bajak laut baik hati.
"Bajak laut adalah orang paling hebat di sini," kata Abdi. "Gadis-gadis dari seluruh Somalia datang ke sini untuk menikahi bajak laut. Namun kalau gadis itu tidak cantik, maka keberuntungan tidak akan menyertainya karena para bajak laut hanya menginginkan gadis-gadis cantik," lanjut Abdi.